My Trip Slideshow: Ruba’s trip to Bandung, Java, Indonesia was created by TripAdvisor. See another Bandung slideshow. Take your travel photos and make a slideshow for free.

Sabtu, 14 Mei 2011

Plathyhelminthes

Orang sering menyebut phylum cacing ini sebagai cacing pipih.
1. Ciri-ciri Plathyhelminthes
a. Tubuh pipih dan tidak berbuku-buku.
b. Sistem pencernaan dengan gastrovaskuler.
c. Sistem pencernaan tidak sempurna (tidak memiliki anus).
d. Sistem transportasi secara difusi melalui seluruh permukaan tubuh.
e. Sistem saraf dengan ganglion.
f. Sistem ekskresi menggunakan sel api.
g. Tidak memiliki sistem peredaran darah.
h. Berespirasi secara difusi melalui seluruh permukaan tubuhnya.
2. Struktur Tubuh Plathyhelminthes
Tubuh cacing ini terdiri atas 3 lapisan jaringan, yaitu ektoderm (lapisan
luar), mesoderm (lapisan tengah), dan endoderm (lapisan dalam) serta tidak
memiliki rongga tubuh atau bersifat triploblastik aselomata.
3. Klasifikasi Plathyhelminthes
Plathyhelminthes dikelompokkan menjadi 3 kelas, yaitu:
a. Turbellaria atau cacing berbulu getar.
b. Trematoda atau cacing isap.
c. Cestoda atau cacing pita.

a. Turbellaria (cacing berbulu getar)
Turbellaria atau cacing berbulu getar merupakan cacing yang hidup
bebas. Contohnya adalah Planaria.
Planaria adalah cacing yang hidup secara bebas di perairan. Cacing
ini bisa dijadikan sebagai bioindikator terhadap kadar pencemaran di suatu
perairan. Cacing ini suka hidup di perairan yang bersih atau belum tercemar.
Planaria memiliki sistem pencernaan yang masih sederhana. Makanan akan ditangkap melalui tonjolan faring yang berada pada bagian tengah ventral tubuhnya. Makanan yang sudah ditangkap lalu dimasukkan
dalam usus yang bercabang-cabang untuk dicerna. Hasil pencernaan
makanan akan berdifusi ke seluruh jaringan tubuh, sementara itu sisa
pencernaan akan dikeluarkan lewat mulut. Planaria merupakan cacing
yang bersifat karnivora.

Cacing ini memiliki alat pengeluaran atau ekskresi berupa sel api atau
flame cell. Planaria bereproduksi secara seksual dengan peleburan sperma
dan ovum. Planaria bersifat hermafrodit, namun demikian tidak pernah
ada pembuahan sendiri karena matangnya sperma dan ovum tidak dalam
waktu yang bersamaan. Reproduksi aseksual dengan fragmentasi atau
memotong diri. Setiap potongan tubuhnya mampu menjadi individu baru.
Pada bagian kepala, di antara stigma (bintik mata) terdapat ganglion
yang merupakan pusat saraf. Ganglion mengalami pemanjangan oleh saraf
tepi yang menuju ke arah posterior. Antara kedua saraf tepi tersebut, akan
dihubungkan oleh cabang saraf melintang, sehingga susunan sarafnya
seperti tangga, oleh karena itu sistem saraf pada Planaria disebut sistem
saraf tangga tali.

b. Trematoda (cacing isap)
Anggota cacing ini semuanya bersifat parasit, baik pada hewan ternak
ataupun pada manusia. Tubuh cacing ini dibungkus oleh kutikula untuk
mempertahankan diri.

Contoh Trematoda antara lain:
1) Fasciola hepatica (cacing hati pada ternak)
Cacing ini memiliki panjang 2-6 cm. Habitatnya adalah di hati ternak.
Sama dengan Plathyhelminthes yang lain, cacing ini memiliki sel api atau
flame cell sebagai alat ekskresi, sistem saraf tangga tali serta memiliki alat
pengisap atau sucker yang terdapat pada bagian mulut serta pada bagian
ventral atau perut. Cacing ini bereproduksi secara generatif. Satu individu
bisa menghasilkan 2000-4000 telur. Telur yang sudah dibuahi akan
melewati saluran empedu kemudian ke usus dan akan keluar bersama
feses. Cacing ini memiliki hospes sementara siput air dan hospes tetapnya
adalah ternak.
Daur hidup cacing ini dimulai dari telur yang berada dalam feses
keluar ke lingkungan. Telur itu akan menetas menjadi larva bersilia
mirasidium dan masuk ke dalam tubuh siput (sebagai inang antara), lalu
berkembang menjadi sporosista, kemudian menjadi redia, lalu sekaria.
Serkaria keluar dari tubuh siput, lalu menempel pada tanaman, kemudian
berkembang menjadi metaserkaria. Ketika tanaman dimakan ternak,
metaserkaria akan menetas di usus dan dewasa dalam organ hati.

2) Clonorchis sinensis
Clonorchis sinensis merupakan cacing hati yang parasit pada hati
manusia. Cacing ini hospes antaranya adalah ikan air tawar. Daur hidup
cacing ini dimulai dari telur yang keluar bersama feses, kemudian menetas
menjadi sporosista yang akan berkembang menjadi redia. Redia akan
berubah menjadi serkaria yang akan hidup di dalam tubuh ikan air tawar.
Ketika ikan air tawar yang terinfeksi larva cacing ini tidak dimasak secara
sempurna dan dimakan manusia, maka akan masuk menuju saluran
pencernaan dan menuju saluran empedu dan dewasa dalam organ hati.
Cacing ini dapat merusak sel-sel hati dan dapat menyebabkan kematian.
c. Cestoda (cacing pita )
Semua cacing pita tidak memiliki alat pencernaan, karena sari-sari
makanan dapat langsung diserap melalui seluruh permukaan tubuhnya.
Tubuhnya beruas-ruas atau biasa disebut sebagai proglotid,di mana setiap
proglotid mengandung alat reproduksi, ekskresi, dan mampu menyerap
sari makanan dari inangnya. Karena itulah tiap proglotid dapat dianggap
sebagai koloni individu. Contoh dari cacing ini adalah Taenia saginata dan
Taenia solium.
Cacing Taenia solium merupakan cacing parasit yang dewasa pada
manusia dengan hospes antara adalah babi. Berbeda dengan cacing Taenia
saginata, cacing ini pada kepala (skoleks) terdapat alat pengisap dan kait
dari kitin atau disebut sebagai rostelum.
Taenia saginata secara sepintas mirip dengan Taenia solium, hanya saja
perbedaannya ada pada ukuran tubuhnya yang lebih panjang, pada
kepalanya tidak memiliki rostelum dan hospes antaranya adalah sapi.
Daur hidup cacing Taenia sp
Proglotid dewasa yang telah menghasilkan telur keluar bersama feses,
kemudian telur tersebut akan menetas menjadi onkosfer. Bila larva tersebut
tertelan (sapi atau babi) maka larva tersebut akan berada dalam usus dan
berkembang menjadi heksakan. Larva tersebut kemudian akan menembus
dinding usus dan ikut bersama aliran darah dan masuk ke dalam otot
atau daging. Di dalam otot atau daging (sapi atau babi) tersebut, larva
akan berkembang lagi menjadi bentuk gelembung atau sistiserkus. Ketika
seseorang mengonsumsi daging babi atau sapi yang di dalamnya ada larva
tersebut, larva tadi akan ikut masuk ke dalam saluran pencernaan dan
akan menetas menjadi cacing dewasa dalam usus manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar